Direktur Pesantren Center Ajak Semua Pihak Bijak Respon Film "The Santri"
Cari Berita

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

Direktur Pesantren Center Ajak Semua Pihak Bijak Respon Film "The Santri"

Senin, 23 September 2019

TuguKampus.com | Malang, 20/Sep/2019 -  Terkait berbagai tanggapan yang beragam di kalangan masyarakat, terutama komunitas Santri dan Pesantren, Tim Tugu Kampus mewawancari Direktur Pesantren Center sebagai lembaga yang konsen dalam kajian dunia Pesantren.

Direktur Pesantren Center

Sebagaimana diketahui bahwa Film The Santri cukup meraih banyak perhatian dari kalangan komunitas Pesantren. Film yang akan segera tayang serentak di Bioskop seluruh Indonesia pada 22 Oktober 2019 itu memang sudah beredar trailernya di banyak media.

Namun dari trailer ini banyak sekali bermunculan tanggapan yang beragam dari kalangan santri sendiri. Banyak yang mendukung dan tidak sedikit yang menolak bahkan mengajak pemboikotan.

Direktur Pesantren Center Dr. KH. Abdurrahman Said yang juga founder Santrilogy ini merasa perlu untuk mengajak semua pihak untuk lebih bijak dalam merespon kehadiran Film The Santri garapan Sutradara Livi Zheng itu.

Gus Rohman, begitu biasa Direktur Pesantren Center ini disapa, menjelaskan bahwa walau the Santri adalah Film yang nota bene adalah karya seni, namun menjadi sangat menyita perhatian banyak kalangan di komunitas Santri.

“Ini disebabkan karena the Santri mangambil tajuk yang sangat sensitif. Tajuk the Santri sekilas ingin mendefinisikan siapa sebenarnya Santri itu melalui sebuah film, apalagi film ini mamang seperti disiapkan untuk menyambut Hari Santri Nasional. Lihat saja tanggal penayangannya; 22 Oktober adalah Hari Santri” katanya saat diwawancari oleh Tim Tugu Kampus di Kampus IAI Al-Qolam Malang.

Trailer Film The Santri

“Karena itu gambaran yang disajikan dalam trailer film the Santri pasti akan dianggap sebagai kesimpulan dari definisi Santri yang diusung oleh film ini” lanjutnya.

Menurut Gus Rohman, semua pihak perlu lebih bijak merespon penayangan Film ini. “film ini adalah karya seni yang pasti banyak sekali celah-celah yang perlu dikritisi, terutama dari segi pemilihan tajuk identitas.

Tajuk identitas sangat sensitif, film ini tentu perlu memperhatikan banyak sekali dimensi yang dikandung oleh tajuk itu. Sebab jika tidak, maka akan mengakibatkan respon penolakan yang berlebihan dari pihak yang merasa dirugikan identitasnya”.

Oleh karena itu, Gus Rohman mengajak produsen dan para pihak yang mendukung film ini untuk tidak menutup celah kritik sama sekali. Mereka perlu melihat dan mendengarkan alasan-alasan penolakan sebagai kritik yang positif, selama kritik ini objektif. “misalnya soal ikhtilath (berbaur) antara santri putra dengan santri putri dalam film itu, walau memang alasannya ada dalil yang melegalkan itu di dunia Pesantren.

Namun faktanya tidak sedikit Pesantren yang mempertahankan tradisi ketat dalam hal ikhtilath ini, yang itu bukan tanpa berdasar dalil dari para Kyai dan Masyayikh. Kita masih banyak melihat Pesantren yang sangat ketat mendidik para santri untuk tidak berbaur santri putra dan putri. Menurut saya itu harus dihormati, sebab menyangkut identitas” lanjutnya.

Di pihak lain, Gur Rohman mengajak para pihak yang kontra terhadap the Santri untuk melakukan proses klarifikasi terlebih dahulu kepada produsen atau tim kreatif dari film the Santri, “mestinya tabayun dulu sebelum protes”, katanya. Gus Rohman juga mengingatkan untuk tidak berlebihan dalam menolak kehadiran the Santri.

 “Sebagai sebuah film, seharusnya tetap dilihat sebagai film. Bukan sebagai kesimpulan atau hasil keputusan bersama yang mengikat semua pihak. Walaupun memang film atau karya seni lainnya kadang ditunggangi oleh proyek kepentingan tertentu, namun sebagaimana halnya sebuah karya seni, apa yang disajikannya akan sangat tergantung dari latar belakang pembuatnya”.

Karena itu menurutnya sikap penolakan harusnya dilakukan lebih bijak, misalnya dengan membuat film tandingan yang mengkounter film the Santri, “karya seni harusnya dikounter dengan karya seni serupa”, tegasnya. [red]